Berita

Oktober 2025

Monday, 20 Oct 2025

Pentingnya Suatu Persetujuan dalam Penggunaan Karya Fotografi dan Potret

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”) mendefinisikan karya fotografi sebagai semua foto yang dihasilkan menggunakan kamera, sedangkan potret merupakan karya fotografi yang menampilkan objek manusia. Meskipun UU Hak Cipta telah mengatur mengenai (i) hak-hak pencipta dan pemegang hak cipta, yang mencakup hak ekonomi dan hak moral, (ii) larangan penggunaan karya fotografi atau potret tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta; serta (iii) sanksi atas pelanggaran tersebut, dalam praktiknya, pelanggaran terhadap hak cipta fotografi dan potret masih sering terjadi di Indonesia.

Dua kasus pelanggaran hak cipta fotografi yang cukup menonjol baru-baru ini adalah: (i) penggunaan foto dimsum milik seorang chef yang merupakan finalis MasterChef Indonesia dan konten kreator kuliner populer di YouTube oleh pemilik usaha kuliner; dan (ii) penggunaan karya fotografi bertema “Morning at Prambanan” milik seorang fotografer oleh sebuah jaringan hotel ternama. Kasus pertama dapat diselesaikan secara damai, di mana chef menyampaikan klarifikasi bahwa tidak ada kerja sama dengan pemilik usaha, dan pemilik usaha telah menyampaikan permohonan maaf secara tertulis melalui akun media sosialnya. Sementara itu, kasus kedua masih dalam proses penyelesaian hukum di pengadilan.

Selain dua kasus tersebut, pelanggaran terhadap penggunaan potret tanpa izin juga pernah terjadi pada tahun 2011, antara seorang dokter dan rumah sakit swasta di Surabaya. Dokter tersebut mengajukan gugatan ganti rugi di Pengadilan Negeri Surabaya atas tindakan manajemen rumah sakit yang melakukan pemotretan tanpa pemberitahuan mengenai konsep dan tujuan penggunaan foto, serta tanpa memperoleh persetujuan terlebih dahulu. Akibatnya, dokter tidak mengetahui keberadaan dan penggunaan potret tersebut hingga potret digunakan oleh pihak rumah sakit untuk kepentingan promosi. Gugatan ganti rugi ini kemudian dikabulkan baik di tingkat pertama maupun kasasi,dimana Mahkamah Agung dalam putusannya di tingkat kasasi menyatakan bahwa rumah sakit telah melanggar Pasal 12 Ayat 1 UU Hak Cipta, karena menggunakan potret untuk kepentingan komersial tanpa izin tertulis dari objek foto.

Dari ketiga kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa persetujuan dari pencipta atau pemegang hak cipta serta objek potret sangat penting dalam penggunaan karya fotografi atau potret. Sesuai dengan ketentuan UU Hak Cipta, fotografer atau pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif untuk menggandakan, mendistribusikan, mempublikasikan, memodifikasi, serta memberikan atau menolak izin penggunaan karya oleh pihak lain. Tanpa izin tersebut, penggunaan karya fotografi dapat dianggap sebagai pelanggaran hak cipta dan dikenai sanksi hukum.

Di sisi lain, individu yang menjadi objek dalam potret memiliki hak untuk mengontrol bagaimana citra dirinya digunakan secara publik, termasuk hak untuk menolak penggunaan fotonya dalam iklan, promosi, atau publikasi tanpa persetujuan. Pelanggaran terhadap hak ini dapat dianggap sebagai pelanggaran privasi dan berpotensi menimbulkan gugatan ganti rugi, sebagaimana terjadi dalam kasus antara dokter dan rumah sakit swasta di Surabaya.

Berdasarkan uraian tersebut, berikut adalah beberapa langkah yang kiranya dapat dilakukan oleh pengguna komersial untuk menghindari pelanggaran hak cipta maupun ketentuan hukum lainnya:

  1. Memperoleh izin tertulis dari fotografer atau pemegang hak cipta.
  2. Memperoleh persetujuan tertulis dari objek potret.
  3. Melakukan pemeriksaan tambahan jika karya fotografi atau potret diambil di lokasi tertentu, untuk memastikan tidak melanggar hak pemilik atau pengelola lokasi.
  4. Menawarkan perjanjian kerja sama berupa lisensi penggunaan.
  5. Menghindari penggunaan fotografi atau potret yang mengandung hak kekayaan intelektual pihak lain tanpa persetujuan.
  6. Menyimpan seluruh dokumen izin, kontrak, dan komunikasi terkait penggunaan karya fotografi atau potret.
  7. Mencantumkan nama pencipta sebagai bentuk penghormatan terhadap hak moralnya.

Dengan melakukan hal-hal tersebut di atas maka pengguna komersial dapat mencegah terjadinya gugatan hukum (baik perdata dan pidana), denda dan ganti rugi, kemungkinan kerusakan reputasi bisnis pengguna komersial maupun pemboikotan ataupun kecaman publik.

 

Pembatasan: Berita hukum ini hanya berfungsi sebagai panduan umum dan tidak boleh dianggap sebagai nasihat hukum. Jika anda ingin mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai topik ini, silahkan menghubungi Diyah Ratnajati (dratnajati@rosetini.co.id) atau Rosetini Ibrahim (ribrahim@rosetini.co.id).